Žìžek’ Pandemic : Sebuah ringkasan
Sulit memahami Žìžek? Mungkin. Maka dari itu saya bermula dari karya terbarunya yang ternyata tidak sesulit yang dibayangkan. Berikut adalah catatan saya ketika membaca bukunya Pandemic: COVID 19
Shakes the world. Pembacaan ini kemudian dilanjutkan dengan diskusi yang dilakukan pada tanggal 4 Mei 2020.
Di sini, metoda saya sederhana, saya membuat grafik ‘mind map’ yang memudahkan saya pribadi untuk membaca tiap chapternya. Peta ini sederhana, ia menyampaikan kutub-kutub yang ekstrem dari hal-hal yang disampaikan Žìžek. Dia suka membuat paradoks, dan membuat pembaca/pendengarnya kritis terhadap para ekstrem itu. Semoga peta ini juga memudahkan yang lain juga.
Let’s start,
Intro:
“Touch me not” >> bentuk semangat kecintaan pada kemanusiaan adalah dengan menghindari sentuhan…sebuah keniscayaan keinginan untuk mengapai keintiman yang tidak dapat diraih dalam bentuk keingintahuan abadi. Atau dalam ungkapan Zizek:“Is not the miracle of love that you are part of my identity precisely insofar as you remain a miracle that I cannot grasp, a riddle not only for me but also for yourself?”
Inilah saatnya bagi ungkapan ‘spiritual proximity’ >> utk menggantikan ‘spatial proximity’.
“There is no return to normal, the new “normal” will have to be constructed on the ruins of our old lives, or we weill find ourselves in a new barbarism whose signs are alrealy clearly discernible.”
Dan utk mengawali perjalanan buku ini:
“We will have to raise the key question: What is wrong with our system that we were caught unprepared by the catastrophe despite scientists warning us about it for years? “
We’re All in the Same Boat Now 5
Bagian ini diawali oleh kritik Verna Yu tentang ketertutupan dan undemocratic China.* “If China valued free speech, there would be no coronavirus crisis.”* >>Kasus Li Wenliang yang disensor oleh pemerintah Cina. Kontrol informasi > mencegah kepanikan >> pendulumnya adalah lingkaran ‘teori konspirasi’, ‘fake news’, ‘distrust’.
Freedom of speech atau pun State-controlled information, menurut Zizek, sama sama punya potensi utk ‘good’ dan ‘bad’. “In some sense, both alternatives are true.” >> fokus pada ‘trust issue’. Apakah percaya pada kontrol-kekuasaan, atau percaya pada ‘kebebasan individual’, atau percaya pada science-ilmu pengetahuan, atau percaya pada ‘mekanisme pasar’.
Sebuah bentuk terbalik dr film Mars Attack, sesuatu yang tampaknya mustahil dikalahkan : globalisasi, capitalist market, the transcience of the rich. Ungkap Zizek “In the larger order of things, we are just a species with no special imporance.”
Why Are We Tired All the Time? 17
Zizek mengutip Byung-Chul Han: “Today, everyone is an auto-exploiting labourer in his or her own enterprise. People are now master and slave in one. Even class struggle has transformed into an inner struggle against oneself.“ Bagian ini membahas sebuah bentuk subjektivitas baru dalam kondisi sekarang (isolasi, karantina, yang selalu lelah dengen tele-conferencing dan WFH). Sebuah diskusi tentang makna kerja bagi kita dalam kerangka produksi dan konsumsi yang berbeda dari sebelum COVID19. Saya jadi teringat konsepsi Hanna Arendt’s The Human Condition: Labour, Work and Action. “Work will set you free ?” atau …
Towards A Perfect Storm in Europe 29
“A Perfect Storm” adalah kombinasi dari beberapa elemen, tidak hanya 1. Setidaknya tiga elemen, dua elemen pertama adalah global (Epidemi COVID19 dan impact fisik - karantina, menderita dan meninggal dan Efek ekonomi akibatnya), dan ke tiga Zizek mengungkap sebuah elemen yang spesifik dihadapi Erope: problem pengungsi (refugee). Bab ini cuma membuat saya bertanya: apakah sekarang ini *‘Perfect Storm’ *bagi kita? ya/tidak… dan apakah elemen spesifik yang kita miliki dalam badai ini ?
Welcome to the Viral Desert 37
‘Viral’ adalah landscape - dalam hal ini adalah ‘desert
’. Viral COVID19 yang demokratis (dalam artian kelas sosial : kaya-miskin, ‘orang biasa’-’orang berkedudukan’) yang kemudian ‘tidak demokratis’ ketika dihadapkan pada ‘virus of thinking’, ‘fake news, conspiracy, racism, blaming game’.* “Maybe only virtual reality will be considered safe”, kata Zizek >> namun tetap tidak demokratis, ketika infrastruktur komunikasi memiliki kesenjangan. ATAU *“…and moving freely in an open space will be reserved for the islands owned by the ultra-rich.” >> ATAU bentuk-bentuk illusive capitalism lainya : kebebasan*illusive virtual reality*.
The Five Stages of Epidemics 47
Di bagian ini Zizek hanya menerjemahkan ‘pengetahuan populer’ 5 stages of grief : denial, anger, bargaining, depression, dan acceptance ke dalam situasi COVID19: denial: ‘ini flu biasa’. Anger: ‘rasisme flu Cina, Negara terlambat !!’. Bargaining: ‘Ok ini berbahaya, namun cuci tangan dan segala proses disinfektan akan menghindarkan kita darinya.’ Depression: ‘mengapa kurva tidak datar-datar ?, Jenuh WFH.’ dan bagaimana dengan acceptance ? sebuah kesadaran permanen akan kerapuhan kemanusiaan ?
Pertanyaan awal: ‘where does data end and ideology begin?’ Isolasi per se -sebagai sebuah lawan Globalisasi- tentu tidak cukup, sebuah ‘bentuk baru’ ideologi : bentuk baru communism. Sebuah bentuk baru ‘rezim data’ yang transparan, ketika hanya ideologi (yg seperti kita jalankan di masa normal) berisi double-standards : Otoritas menyembunyikan/me-rem realita data , menganjurkan tetap tenang, namun dibalik kondisi sibuk menyelamatkan dirinya.
Bagi yg sudah mengenal pemikiran Zizek, Zizek bermain dengan/dalam paradoks atau kontradiksi. ‘Panic’ sebagai, sebuah reaksi, justru menunjukkan kita tidak bereaksi dengan serius. >>kasus menimbun Toilet Paper, minuman keras.>>> masker ?. Sebuah tarik menarik bagi kita: apakah kita menjadi ‘irrational - barbarism’ atau kita menjadi ‘rational egotist’ ? Kata Zizek:‘I am not a utopian here, I don’t appeal to an idealized solidarity between people-on the contrary, the present crisis demonstrates clearly how global solidarity and cooperation is in the interest of the survival of all and each of us. How it is the only rational egotist thing to do.’
Pada level individual-personal kita ‘harus’ rational-egotist ? dan pada level ideologis (negara) kita membentuk ‘global solidarity & cooperation’ ?
Monitor and Punish? Yes, Please! 71
“Lockdown” sebagai bentuk “Totalitarian” seperti halnya isu terorisme menjadikan negara menjadi lebih/sangat berkuasa.Kunci (menurut Zizek) ada pada transparansi, bagaimana totalitarianisme ini dilakukan secara transparan ? Bagaimana kita bisa ‘mengizinkan’ diri kita untuk di’infeksi’ oleh: ideologi-yg dibackup oleh science (sebagai ‘bahasa’ / ‘virus of the mind’) dan bagaimana kita ‘menerima’ COVID19 - dgn karakter zombie-tidak hidup tidak mati, Seperti layaknya ‘speculative judgment’-nya Hegel >> kita menghadapi dua virus : COVID19 dan Ideologi. “The only struggle is the struggle between good and bad infections.”
Is Barbarism With a Human Face Our Fate? 83
“The nightmare of reality” >> Bagi Zizek : “dunia yang berhenti” adalah sebuah kemustahilan, namun dia mendamba kondisi itu, namun ketika tanda-tanda itu terjadi, itu menjadi mimpi buruk bagi Zizek. Apakah karena dia tidak percaya umat manusia akan melakukan hal-hal yang menghindarkan dirinya dari kehancurannya sendiri? Dia mengambil contoh ‘enviromental crisis’, dan bagaimana media/kita semua fokus bahwa persoalan lingkungan dimulai dari tanggung jawab kita sebagai individual. >> maka muncul argumen bahwa virus COVID19 adalah ‘cara Bumi’ memperbaiki dirinya, dan dengan kondisi lingkungan sekarang, justru menghindarkan kematian akibat pencemaran dll. Ketakutan akan COVID19 (imaginary-mimpi buruk), langkah-langkah menghentikan dunia (rea-ketika kita terbangun), yang kemudian menghadirkan realitas2 buruk yg lain (isolationism, barbarism, krisis ekonomi, krisis psikologi).
Tiga krisis (epidemi, ekonomi, psikologi) ternyata menjadikan kita makin ‘komunis’. >> Privatisasi pasar oleh negara, ide-ide tentang Universal Basic Income, dan munculnya bentuk-bentuk solidaritas sosial. Barbarisme (ketika semua orang menyelamatkan dirinya masing-masing, atau ‘communism’ ketika semua orang bersama-sama menyelamatkan kita bersama. >> Sebentuk keputusan-keputusan solidaritas >> keputusan-keputusan politis../
Communism or Barbarism, as Simple as That! 95
Zizek menganjurkan ‘the arrival of a form of Communism’. Politics of ‘Fear’ (Terrorism, Global Warming, LGBT+, dll). Sebuah bentuk Communism melalui ‘solidary’ in ‘isolation&solitary’ ? >> Sebuah bentuk yg bergantung dr infrastruktur komunikasi yang ‘notabene’ dikontrol oleh korporasi dan/atau negara.* ‘isolation&solitary’ *>> sebuah ‘obat’ yang lebih parah dari penyakitnya (secara ekonomi). Di tengah situasi yang TIDAK TOTAL Lock-down (tidak total state-controlled secara fisik), kita dihadapkan pada pilihan, dan kita semua sudah mengambil pilihan kita.
Saya mencatat kutipan dr Kant:* “Obey, but think, maintain the freedom of thought.” >> Sebuah bentuk communism dengan sikap ? Sebuah ‘humanisme’ untuk menyelamatkan ‘humanisme’. “It is through our effort to save humanity from self-destruction that we are cerating a new humanity.”*
Buku ini ditutup oleh sebuah tambahan:
Memulai dari jokes klasik utk menunjukkan paradox realitas, padahal kopi ‘real’ nya adalah sama. Paradox ini kemudian dibawa pada realitas keseharian >> terisolasi di rumah. Bagi orang yg biasa/habit di rumah (e.g. traders, freelancers, etc)‘reality’*nya akan berbeda dengan *‘reality’ orang yg di lapangan.
Diskusi
Berikut adalah rekaman dari diskusi yang dilakukan setelah pembahasan buku ini:
“Obey, but think freely !!!”