War (Perang)
Mendengar kata ‘perang’, saya akan mengasosiasikan kata ini sebagai sebuah hasil. Hasil dari apa? Hasil dari sebuah hubungan yang setidaknya melibatkan dua pihak (atau bahkan bisa lebih). Sebuah hubungan dengan nilai-nilai yang memiliki pertentangan, ketidaksepakatan, ketidakkompakkan, ketidakharmonisan, melibatkan menang dan kalah, mengerasnya intensitas dikotomis atau singkatnya adalah : konflik. Dua pihak ini tidaklah melulu selalu antara dua subjek atau manusia.
Dalam tatatan paling personal, keterbatasan fisik manusia dihadapkan dengan dengan batas eksistensinya; kematian. Dalam situasi sekarang (Maret, 2020), dunia sedang dihadapkan pada situasi penuh dengan ketakutan dan konflik yang diakibatkan oleh wabah penyakit. Saya teringat pada sebuah lukisan oleh Brueghel the Elder yang berjudul The Triumph of Death (1562). Kita tidak membahas detail lukisan ini, namun terdapat gambaran bahwa dunia tidak lagi memiliki tanda-tanda kehidupan dan semua orang digiring ke sebuah ruang dengan bentuk kotak, yang mirip dengan sebuah peti dan memiliki tanda salib sebagai sebuah tanda keagamaan. Selayaknya judul lukisan tersebut, Sang Maut cepat atau lambat, dengan cara apa pun akan menemukan momen kemenangannya atas kehidupan manusia.
Bagaimana dengan arsitektur? Arsitektur adalah bagian dari dunia yang melingkupi kehadiran manusia. Sedekat atau sejauh apa pun dari kondisi natural, arsitektur akan menjadi ruang dan pelingkup yang menjadi setting bagi situasi perang yang dihadapi manusia. Arsitektur bisa membantu manusia dalam peperangannya, atau arsitektur gagal membantunya. Namun yang terburuk, bagi arsitektur, adalah ketika manusia berperang dengan arsitektur yang dibuatnya sendiri.